Sabangkota.com | Jumlah angkatan kerja di Aceh pada tahun 2014 mengalami peningkatan.
Data Badan Pusat Statistik, jumlah angkatan kerja Aceh pada Agustus 2014
mencapai 2,12 juta orang, bertambah sekitar 73.000 dibandingkan Agustus
2013 yang sebesar 2,05 juta orang.
BPS juga mengungkapkan,
sebagian besar tenaga kerja di Aceh ternyata hanya tamatan SD (Sekolah
Dasar). Jumlahnya mencapai 692.000 orang atau sekitar 35,83 persen dari
total jumlah tenaga kerja di Aceh.
Sementara untuk lulusan SMA
sebanyak 495.000 orang (25,63%), kemudian tingkat SMP sebesar 402.000
orang (20,79 persen), lalu tamatan diploma dan universitas sebanyak
270.000 orang (13,97 persen), dan terakhir tamatan SMK sebanyak 73.000
orang (3,77 persen).
“Data tersebut memperlihatkan bahwa sebagian
besar tenaga kerja di Aceh masih didominasi oleh tamatan SD ke bawah.
Kebanyakan mereka itu bekerja di sektor informal, misalnya menjadi buruh
bangunan, buruh petani dan pekerjaan lepas lainnya,” kata Kepala BPS
Aceh, Hermanto, Rabu (5/11).
Sehingga lanjut Hermanto, apabila
dilihat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Aceh pada bulan Agustus 2014,
maka terlihat bahwa pengangguran di Aceh sebagian besarnya adalah
masyarakat yang berpendidikan tinggi, yaitu tamatan SMK, diploma dan
universitas.
“Orang-orang yang berpendidikan tinggi ini,
kebanyakan mereka memilih-milih pekerjaannya sehingga jika belum
didapatkan pekerjaannya itu, maka mereka lebih memilih menganggur,”
ujarnya.
Menurut Hermanto, kondisi itu terjadi karena lapangan
kerja di Aceh masih sangat sedikit, baik sektor informal maupun sektor
industri pengolahan. Akibatnya mereka terpaksa harus menunggu sektor
formal dari pemerintahan seperti menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil).
“Dibutuhkan
perhatian pemerintah untuk lebih serius membangun sektor-sektor
industri atau pengolahan yang nantinya mampu menyerap tenaga kerja siap
pakai, seperti para lulusan sekolah kejuruan,” ucapnya.
Hermanto
menyebutkan, tingkat pengangguran terbuka di Aceh mencapai 9,02 persen.
Dari 23 kabupaten/kota di Aceh, 11 di antaranya memiliki TPT lebih
tinggi dari 9,02 persen. Tertinggi di Kabupaten Aceh Utara (13,58%),
disusul Pidie, Lhokseumawe, dan Aceh Timur. “Sementara untuk angka
pengangguran paling rendah yaitu Kabupaten Gayo Lues hanya sebesar 0,37
persen,” sebutnya.
Dalam kesempatan yang sama, BPS Aceh juga
merilis data pertumbuhan ekonomi Aceh. Hermanto menyebutkan, pada
triwulan III 2014, pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas tumbuh 0,55
persen, tak sampai 1 persen. Sementara tanpa migas, tumbuh sebesar 1,79
persen.
“Dengan pencapaian hanya sebesar 0,55 persen ini,
menunjukkan bahwa penurunan produksi migas pada triwulan ini lebih dalam
dari pada triwulan sebelumnya,” ujar Hermanto.
Dia menyebutkan,
hanya empat sektor yang tumbuh positif, yaitu sektor bangunan,
perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan jasa-jasa.
Sementara lima sektor lainnya mengalami pertumbuhan negatif, yaitu
pertanian, pertambangan dan penggalian, sektor indusri pengolahan,
listrik dan keuangan.
“Sektor pertanian biasanya tumbuh positif,
tapi kali ini mengalami pertumbuhan negatif sebesar 0,72 persen.
Penurunannya diakibatkan kemarau melanda delapan daerah menyebabkan
turunnya produksi padi. Begitu pula cuaca buruk yang mengakibatkan
turunnya hasil tangkapan nelayan,” jelas Hermanto.
Ia juga
menjelaskan, pertumbuhan ekonomi dilihat dari sisi pengeluaran secara
umum mengalami pertumbuhan positif. Pertumbuhan komponen pengeluaran
yang paling tinggi pada triwulan ini adalah komponen PMTB sebesar 2,66
persen.
Komponen ini kata Hermanto, dapat tumbuh dengan baik
karena realisasi belanja modal pemerintah baik dari APBD dan APBN
mengalami pertumbuhan positif. “Seperti adanya pembangunan gedung
kantor, sekolah, pengaspalan jalan, pembuatan parit dan pipa baru di
tepian jalan pada beberapa daerah yang sebagiannya teloah
direalisasikan,” ungkapnya.
Namun, menurutnya realisasi investasi
Aceh pada triwulan ini mengalami pertumbuhan negatif. “Tapi PMTB tetap
tumbuh positif karena investasi pemerintah lebih besar dibandingkan
investasi swasta,” imbuhnya.
Komponen pengeluaran yang memiliki
pertumbuhan positif terbesar kedua adalah konsumsi rumah tangga sebesar
1,75 persen. Hal ini didukung dengan adanya pengaruh pola musiman,
adanya Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri dimana masyarakat banyak
pengeluaran untuk merayakannya. Kemudian peringatan HUT RI ke-69 dan
juga musim haji sehingga berpengaruh pada pengeluaran rumah tangga.
“Konsumsi
pemerintah juga mampu tumbuh sebesar 1,45 persen. Tumbuhnya karena pola
realisasi anggaran APBA dan APBN. Disebabkan juga oleh gaji ke-13 PNS,
pengeluaran belanja barang dan jasa, serta belanja bantuan sosial,”
demikian Hermanto.(Tribunews.com)
0 comments:
Post a Comment