Dalam upaya melancarkan terwujudnya tujuan misionarisme
dan hegemoni barat atas bangsa-bangsa timur, ada langkah-langkah yang harus
ditempuh barat. Diantara langkah yang dimaksud adalah mereka terlebih dahulu
harus mengetahui seluk beluk timur baik dari segi geografis, budaya dan
kepercayaan yang dianut masyarakat timur. Oleh karenanya mereka mengutus
orang-orang untuk mempelajari bangsa-bangsa timur dari segala lini kehidupan
mereka, khususnya Islam. Studi ketimuran inilah yang kemudian dikenal sebagai
orientalisme. Orang-orang barat yang bergelut dengan penelitian ini disebut
sebagai orientalis.
Jadi definisi orientalisme secara
istilah adalah studi-studi yang digencarkan barat terhadap bangsa-bangsa timur
dari segi rakyatnya, sejarah, bahasa, keadaan sosial, negara, tanah dan
kebuadayaan serta segala sesuatu yang berkenaan dengan timur. (DR. Abdul Qadir
Sayyid Abdurrauf.)
Adapun tujuan utama mereka adalah mempelajari Islam
dan para pemeluknya guna memperlancar tercapainya tujuan-tujuan misionarisme.
Di sisi lain orientalisme juga digunakan sebagai alat untuk membantu penjajahan
barat terhadap negara-negara muslim serta sebagai persiapan untuk memerangi dan
menghancurkan Islam.
Perang Salib merupakan salah satu sebab yang membuat
orang-orang barat bergairah mempelajari bangsa timur, khususnya Islam. Sebagian
mereka ada yang telah lebih dahulu diselimuti fanatisme barat sehingga
membutakan nalar ilmiah dalam penelitian mereka, bahkan tak jarang ada yang
memutarbalikkan fakta atas dasar kebencian.
1. Lord Headley (1855-1935)
Lord Headley atau Rahmatullah Faruq merupakan
negarawan dan penulis terkemuka Inggris. Ia merupakan lulusan Arsitektur
Universitas Cambrigde. Setelah lulus, ia
lebih banyak aktif menjalani dinas kemiliteran. Karier militernya selesai,
Lord Headley mulai menulis. Buku yang paling terkenal ia terbitkan salah
satunya adalah Jurnal Salisbury. Jurnal ini berisi cerita tentang kebangkitan
Barat terhadap Islam.
Lord Headley telah hidup dalam fase yang panjang dalam
lingkungan kristen. Selama masa-masa itu pula beliau selalu merasa bahwa agama Islam merupakan agama yang baik, mudah
dan bebas dari keyakinan-keyakinan romawi dan protestan. Kunjungannya ke
negara-negara Islam dan penelitiannya terhadap Alquran telah membuat Headley
yakin akan agama Islam.
DR. Abdul Halim Mahmud, seorang sufi modern dan juga Syekh Al-Azhar, dalam bukunya Urubba wal Islam menceritakan
pengakuan Headley bahwa beliau telah berpikir dan berdoa selama 40 tahun untuk
menemukan jawaban dari pertanyaan yang berputar dalam benaknya. Headley juga
mengakui bahwa kunjungannya ke negara-negara Islam semakin menambah rasa hormatnya
kepada agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. yang telah mengajarkan umatnya
untuk menyembah Allah ta’ala sepanjang hidup, tidak hanya di hari minggu
saja.
2. Rene Guenon (1886-1951)
Rene Guenon atau yang dikenal
setelah keislamannya dengan nama Syekh Abdul Wahid Yahya merupakan pemikir,
filosof dan juga seorang sufi. Namanya terkenal seantero Eropa dan Amerika.
Orang-orang yang bergelut dalam dunia filsafat dan perbandingan agama tentu
tidak akan melewatkan pemikiran sosok yang satu ini.
Guenon lahir 15 november 1886
di kota Blois, Perancis, dari orang tua yang beragama Katolik. Guenon adalah
sosok yang pendiam, akan tetapi beliau dikenal sebagai sosok yang cerdas dan
unggul diantara teman-temannya. Tahun 1904 Guenon berhasil mendapatkan gelar
sarjana muda. Kemudian beliau mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan
pendidikannya ke Paris.
Rene Guenon
merupakan sosok yang cinta akan pengetahuan, khususnya pengetahuan sufi. Ketika
Guenon mengarahkan kepalanya ke langit, meliau melihat dengan tatapan ingin
membuka tirai yang menutupinya untuk mencapai kebenaran. Oleh karenanya, tak
heran DR. Abdul Halim Mahmud rahimahullah melihat ada kemiripan pada
Rene Geunon dan Hujjatul Islam Abu Hamid Al-Ghazali rahimahullah. Sementara
itu orang-orang Kirsten melihat Rene Geunon sejajar dengan sosok Plotinos,
pendiri gerakan Neo-Platonisme.
Setelah dua tahun di Paris,
Rene Guenon meninggalkan pendidikan resminya di universitas dan mulai berkenalan
dengan berbagai perguruan kerohanian dengan berbagai warna yang tersebar di
Kota Paris saat itu. Di sana terdapat ajaran Mason, ajaran kerohanian yang
brasal India, Tibet, Cina dan segala macam gerakan kerohanian termasuk
perguruan untuk menyembuhkan sihir, ahli nujum dan pemanggil roh.
Beliau jelajahi dan dalami ajaran
mereka hingga mengetahui sisi negatif dan positif dari pendidikan kerohanian
tersebut. Tak hanya itu, Guenon juga mendapat pengakuan dari semua gerakan itu.
Namun kemudian, semakin beliau mendalami semua gerakan tersebut, semakin beliau
menjauh memisahkan diri dari kubangan kesesatan mereka.
Rene Guenon masuk Islam pada
tahun 1912 setelah melalui kisah dan diskusi panjang dengan Syekh Abdurrahman
Alaiys, seorang Ulama Al-Azhar, Syekh Thariqat Al-Syadziliyah dan juga Faqih
Madzhab Maliki dari Mesir. Sebab keislamannya sangat sederhana. Tatkala Guenon
meneliti semua kitab suci dari berbagai agama, hanya Alquran yang ayat-ayatnya
tidak dapat dipatahkan.
3. Etienne Dinet (1861-1929)
Beliau
seorang berkewarganegaraan Perancis. Beliau tumbuh dari keluarga nasrani. Namun
beliau merasa gelisah ketika berpikir dan merenungi ajaran masehi, gereja serta
kemaksuman Paus.
Etienne Dinet juga ragu akan kebenaran Nabi Isa As.
sebagai anak Allah ta’ala, di satu waktu beliau sebagai tuhan dan juga
manusia. Kemudian juga mengenai penyaliban Nabi Isa As. sebagai pembersih dosa
seluruh anak manusia semakin membuat Dinet bingung. Bagaimana mungkin semua
dosa manusia ditanggung oleh satu orang?
Semua pertanyaan tersebut terus berputar dalam pikiran
Etienne Dinet sehingga beliau melihat bahwa solusi dari permasalahan tersebut
ada dalam kitab suci injil. Setelah penelitian panjang, Etienne Dinet
berkesimpulan bahwa injil yang diwahyukan kepada Nabi Isa As. diturunkan dengan
bahasa kaumnya, akan tetapi injil tersebut telah hilang tanpa jejak.
Akhir dari gejolak pemikiran Etienne Dinet ketika ia
melakukan perjalanan ke Aljazair dan menetap disana bersama umat Islam. Dinet melihat aqidah Islam tidak melarang
umatnya untuk berpikir. Ketika itu pula beliau menemukan jawaban dari
persoalan-persoalan yang ada di benaknya. Hingga pada akhirnya Entienne Dinet
masuk Islam dan mengganti namanya menjadi Nashiruddin yang bearti sang penolong
agama. Sesuai namanya, Syekh Nashiruddin
mewaqafkan dirinya untuk membela agama Islam dari serangan-serangan misionaris
dan orientalis.
Demikian sekelumit kisah perjalanan anak manusia yang
lahir dari rahim barat namun di akhir perjalanan Allah ta’ala bukakan
pintu bagi mereka untuk mencicipi manisnya iman. Mereka bukannlah manusia bodoh
yang mudah digoyahkan dengan iming-iming materi saja, akan tetapi mereka adalah
putra-putra terbaik barat yang keilmuannya diakui seluruh dunia.
Sangat ironis rasanya ketika melihat sebagian muslim
yang baru bersentuhan dengan pemikiran barat, tergoda dengan jargon kemajuan
dan kebebasan yang mereka usung serta dengan lantang mendeklarasikan diri
sebagai musuh Islam. Padahal orang-orang barat sendiri mulai mengakui kebenaran
Islam. Lord Headley pernah menyampaikan bahwa beliau yakin ada ribuan orang
Eropa yang sebenarnya hati mereka Islam, akan tetapi karena takut dimusuhi dan
diasinggkan serta beban yang harus ditanggung akibat sebuah perubahan membuat
mereka lebih memilih menyembunyikan keislaman mereka.
Semoga kita menjadi hamba-Nya yang bersyukur karena
telah lahir dan besar sebagai seorang muslim dengan meningkatkan pengetahuan
kita akan kebesaran agama Islam serta mengamalkan segala ajaran yang ada
didalamnya.
Referensi:
1. DR. Abdul Qadir
Sayyid Abdurrauf, Dirasat fii Al-Tabsyir wal Istisyraq.
2. DR. Abdul Halim
Mahmud, Urubba wal Islam, Dar Al-Ma’arif, Kairo, cet IV, 1993.
3. DR. Abdul Halim Mahmud, Qadhiayatu Al-Tasauf
Al-Madrasah Al-Syadziliyah, Dar Al-Ma’arif, Kairo, cet. III, 1999.
( Sumber : kmamesir.org )
0 comments:
Post a Comment