Sabangkota.com | Mungkin teman – temanku pernah mendengar lagu yang paling populer di Indonesia… yaitu lagu kebesaran Pulau sabang yang bunyinya begini dari “Sabang
sampai marauke berjajar pulau – pulau, nyambung menyambung menjadi satu
itulah indonesia “. seluruh indonesia pasti kenal dengan pulau Sabang
tapi Apakah sudah pernah berlibur dengan keindahan wisata Sabang pasti
belum tentu.. !!! jadi sabang ini terkenal dengan Titik 0 KM yang
menjadi awal nya indonesia.
Berbicara tentang Selayang Pandang pulau Sabang, Begini sejarahnya :
“ Sekitar tahun 301 sebelum Masehi, seorang Ahli bumi Yunani, Ptolomacus berlayar ke arah timur dan berlabuh di sebuah pulau tak terkenal di mulut selat Malaka, pulah Weh! Kemudian dia menyebut dan memperkenalkan pulau tersebut sebagai Pulau Emas di peta para pelaut.
Pada abad ke 12, Sinbad mengadakan pelayaran dari Sohar, Oman, jauh mengarungi melalui rute Maldives, Pulau Kalkit (India), Sri Langka, Andaman, Nias, Weh, Penang, dan Canton (China). Sinbad berlabuh di pulau Weh dan menamainya Pulau Emas.
Pedagang Arab yang berlayar sampai ke pulau Web menamakannya Shabag yang berarti Gunung meletus. Mungkin dari sinilah kata Sabang berasal, dari Shabag. Dari sumber lain dikatakan bahwa nama pulau Weh berasal dari bahasa Aceh yang berarti terpisah. Pulau ini pernah dipakai oleh Sultan Aceh untuk mengasingkan orang-orang buangan.
Pada abad ke 12, Sinbad mengadakan pelayaran dari Sohar, Oman, jauh mengarungi melalui rute Maldives, Pulau Kalkit (India), Sri Langka, Andaman, Nias, Weh, Penang, dan Canton (China). Sinbad berlabuh di sebuah pulau dan menamainya Pulau Emas, pulau itu yang dikenal orang sekarang dengan nama Pulau Weh.
Sedangkan Pulau Weh berasal dari kata dalam bahasa Aceh, “Weh” yang
artinya pindah, menurut sejarah yang beredar Pulau Weh pada mulanya
merupakan satu kesatuan dengan Pulau Sumatra, karena sesuatu hal
akhirnya Pulau Weh, me-weh-kan diri ke posisinya yang sekarang. Makanya
pulau ini diberi nama Pulau Weh. Berdasarkann sejarah penuturan dari
warga di Gampong Pie Ulee Lheueh, Pulau Weh sebelumnya bersambung dengan
Ulee Lheue. Ulee Lheue di Banda Aceh sebenarnya adalah Ulee Lheueh
(yang terlepas). Beredar kabar juga Gunung berapi yang meletus dan
menyebabkan kawasan ini terpisah. Seperti halnya Pulau Jawa dan Sumatera
dulu, yang terpisah akibat Krakatau meletus. Pulau Weh terkenal dengan
pulau We tanpa H, ada yang beranggapan kalau pulau weh diberi nama pulau
we karena bentuknya seperti huruf W.
Sebelum terusan Suez dibuka tahun 1869, kepulauan Indonesia dicapai
melalui Selat Sunda dari arah Benua Afrika, namun setelah terusan Suez
dibuka maka jalur ke Indonesia menjadi lebih pendek yaitu melalui Selat
Malaka. Karena kealamian pelabuhan dengan perairan yang dalam dan
terlindungi alam dengan baik, pemerintah Hindia Belanda pada saat itu
memutuskan untuk membuka Sabang sebagai dermaga. Pulau Weh dan kota
Sabang sebelum Perang Dunia II adalah pelabuhan terpenting di selat
Malaka, jauh lebih penting dibandingkan Temasek (sekarang Singapura).
Dikenal luas sebagai pelabuhan alam bernama Kolen Station yang
dioperasikan oleh pemerintah kolonial Belanda sejak tahun 1881.
Pada tahun 1883, dermaga Sabang dibuka untuk kapal berdermaga oleh
Asosiasi Atjeh. Awalnya, pelabuhan tersebut dijadikan pangkalan batubara
untuk Angkatan Laut Kerajaan Belanda, tetapi kemudian juga
mengikutsertakan kapal pedagang untuk mengirim barang ekspor dari
Sumatra bagian utara. Pada tahun 1887, Firma Delange dibantu Sabang
Haven memperoleh kewenangan menambah, membangun fasilitas dan sarana
penunjang pelabuhan. Era pelabuhan bebas di Sabang dimulai pada tahun
1895, dikenal dengan istilah Vrij Haven dan dikelola oleh Sabang
Maatschaappij.
Saat ini setiap tahunnya, 50.000 kapal melewati Selat Malaka sehingga pada tahun 2000, pemerintah Indonesia menyatakan Sabang sebagai Zona Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas untuk mendapatkan keuntungan dengan mendirikan pelabuhan Sabang tersebut sebagai pusat logistik untuk kapal luar negeri yang melewati Malaka. Prasarana untuk dermaga, pelabuhan, gudang dan fasilitas untuk mengisi bahan bakar sedang dikembangkan.
Hal yang paling penting bagi sejarah Weh adalah sejak adanya
pelabuhan di Sabang. Sekitar tahun 1900, Sabang adalah sebuah desa
nelayan dengan pelabuhan dan iklim yang baik. Kemudian belanda membangun
depot batubara di sana, pelabuhan diperdalam, mendayagunakan dataran,
sehingga tempat yang bisa menampung 25.000 ton batubara telah terbangun.
Kapal Uap, kapal laut yang digerakkan oleh batubara, dari banyak
negara, singgah untuk mengambil batubara, air segar dan
fasilitas-fasilitas yang ada lainnya. Sebelum Perang Dunia II, pelabuhan
Sabang sangat penting dibanding Singapura. Di saat Kapal laut bertenaga
diesel digunakan, maka Singapura menjadi lebih dibutuhkan, dan Sabang
pun mulai dilupakan.
Pada tahun 1970, pemerintahan Republik Indonesia merencanakan untuk
mengembangkan Sabang di berbagai aspek, termasuk perikanan, industri,
perdagangan dan lainnya. Pelabuhan Sabang sendiri akhirnya menjadi
pelabuhan bebas dan menjadi salah satu pelabuhan terpenting di
Indonesia. Tetapi akhirnya ditutup pada tahun 1986.
Tahun 1896 Sabang dibuka sebagai pelabuhan bebas (vrij haven) untuk perdagangan umum dan sebagai pelabuhan transito barang-barang terutama dari hasil pertanian Deli yang telah menjadi daerah perkebunan tembakau semenjak tahun 1863 dan hasil perkebunan berupa lada, pinang, dan kopra dari Aceh sendiri, sehingga Sabang mulai dikenal oleh lalu lintas perdagangan dan pelayaran dunia.
Tahun 1896 Sabang dibuka sebagai pelabuhan bebas (vrij haven) untuk perdagangan umum dan sebagai pelabuhan transito barang-barang terutama dari hasil pertanian Deli yang telah menjadi daerah perkebunan tembakau semenjak tahun 1863 dan hasil perkebunan berupa lada, pinang, dan kopra dari Aceh sendiri, sehingga Sabang mulai dikenal oleh lalu lintas perdagangan dan pelayaran dunia.
Tahun 1899 Ernst Heldring mengenali potensi Sabang sebagai pelabuhan
internasional dan mengusulkan pengembangan pelabuhan Sabang pada
Nederlandsche Handel Maatschappij dan beberapa perusahaan Belanda
lainnya melalui bukunya yang berjudul Oost Azie en Indie. Tahun 1899
Balthazar Heldring selaku direktur NHM merubah Atjeh Associate menjadi
N.V. Zeehaven en Kolenstation Sabang te Batavia (Sabang Seaport and Coal
Station of Batavia) yang kemudian dikenal dengan Sabang Maatschappij
dan merehab infrastruktur pelabuhan agar layak menjadi pelabuhan
bertaraf internasional. Tahun 1903 CJ Karel Van Aalst sebagai direktur
NHM yang baru, mengatur layanan dwi-mingguan antara pelabuhan Sabang dan
negeri Belanda, melibatkan Stoomvaart Maatschappij Nederland
(Netherlands Steamboat Company) dan Rotterdamsche Lloyd. Selain itu, dia
juga mengatur suntikan modal penting bagi Sabang Maatschappij dengan
NHM sebagai pemegang saham mayoritas.
Tahun 1910 didirikan stasiun radio pemancar (Radio Zendstation te
Sabang) di Ie Meulee (salah satu dari tujuh radio pemancar di Hindia
Belanda Timur) untuk kemudahan komunikasi antara Belanda dan wilayah
koloninya.
Tahun 1942 Pada PD II, Sabang diduduki oleh Jepang dan dijadikan basis pertahanan wilayah barat. Sabang sebagai pelabuhan bebas ditutup.
Tahun 1942 Pada PD II, Sabang diduduki oleh Jepang dan dijadikan basis pertahanan wilayah barat. Sabang sebagai pelabuhan bebas ditutup.
Tahun 1945 Sabang mendapat dua kali serangan dari pasukan Sekutu dan
menghancurkan sebagian infrastruktur. Kemudian Indonesia Merdeka tetapi
Sabang masih menjadi wilayah koloni Belanda.
Tahun 1950 Setelah KMB, Belanda mengembalikan Sabang kepada Indonesia. Upacara penyerahannya berlangsung di gedung Controleur (gedung Dharma Wanita sekarang). Kemudian melalui keputusan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Serikat Nomor 9/MP/50, Sabang menjadi Basis Pertahanan Maritim Republik Indonesia. Sabang Maatschappij dilikuidasi. Prosesnya selesai tahun 1959. Semua aset Pelabuhan Sabang Maatschappij dibeli oleh Pemerintah Indonesia.
Tahun 1950 Setelah KMB, Belanda mengembalikan Sabang kepada Indonesia. Upacara penyerahannya berlangsung di gedung Controleur (gedung Dharma Wanita sekarang). Kemudian melalui keputusan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Serikat Nomor 9/MP/50, Sabang menjadi Basis Pertahanan Maritim Republik Indonesia. Sabang Maatschappij dilikuidasi. Prosesnya selesai tahun 1959. Semua aset Pelabuhan Sabang Maatschappij dibeli oleh Pemerintah Indonesia.
Tahun 1963, Tim Peneliti dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
bekerja sama dengan gabungan Pengurus Exsport Indonesia Sumatera
melakukan penelitian terhadap kemungkinan Sabang dibuka kembali menjadi
pelabuhan bebas, karena letaknya sangat strategis dalam sektor
perdagangan antar Negara. Kemudian melalui Keputusan Presiden Nomor 10
Tahun 1963, Sabang ditetapkan sebagai Pelabuhan Bebas (Free Port), dan
pelaksanaannya diserahkan kepada Komando Tertinggi Operasi Ekonomi
(KOTOE).
Tahun 1964 Dibentuklah suatu lembaga Komando Pelaksana Pembangunan
Proyek Pelabuhan Bebas Sabang (KP4BS) melalui Peraturan Presiden
Republik Indonesia nomor 22 Tahun 1964. Tahun 1965 Kotapraja Sabang
dibentuk dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1965. Tahun 1970, dikeluarkan
UU No. 3 tahun 1970 dan No. 4 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan
pokok daerah perdagangan bebas dengan pelabuhan Sabang dan tentang
daerah perdagangan bebas dengan pelabuhan bebas untuk masa 30 tahun,
dengan fungsi sbb :
1. Mengusahakan persediaan (stockpiling) barang-barang konsumsi dan produksi untuk perdagangan impor, ekspor, re-ekspor maupun industri.
2. Melakukan peningkatan mutu (upgrading), pengolahan (processing), manufacturing, pengepakan (packing), pengepakan ulang (repacking), dan pemberian tanda dagang (marking).
3. Menumbuhkan dan memperkembangkan industri, lalu lintas perdagangan, dan perhubungan.
4. Menyediakan dan memperkembangkan prasarana dan memperlancar fasilitas pelabuhan, memperkembangkan pelabuhan, pelayaran, perdagangan transito, dan lain-lain.
5. Mengusahakan memperkembangkan kepariwisataan dan usaha-usaha ke arah terjelma dan terbinanya shopping centre. -Mengusahakan dan memperkembangkan kegiatan-kegiatan lainnya khususnya dalam sektor perdagangan, maritim, perhubungan, perbankan dan peransuransian.
1. Mengusahakan persediaan (stockpiling) barang-barang konsumsi dan produksi untuk perdagangan impor, ekspor, re-ekspor maupun industri.
2. Melakukan peningkatan mutu (upgrading), pengolahan (processing), manufacturing, pengepakan (packing), pengepakan ulang (repacking), dan pemberian tanda dagang (marking).
3. Menumbuhkan dan memperkembangkan industri, lalu lintas perdagangan, dan perhubungan.
4. Menyediakan dan memperkembangkan prasarana dan memperlancar fasilitas pelabuhan, memperkembangkan pelabuhan, pelayaran, perdagangan transito, dan lain-lain.
5. Mengusahakan memperkembangkan kepariwisataan dan usaha-usaha ke arah terjelma dan terbinanya shopping centre. -Mengusahakan dan memperkembangkan kegiatan-kegiatan lainnya khususnya dalam sektor perdagangan, maritim, perhubungan, perbankan dan peransuransian.
Tahun 1985 Status Sabang sebagai Daerah Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Sabang ditutup oleh Pemerintah RI melalui Undang-undang
No. 10 Tahun 1985, dengan alasan maraknya penyeludupan dan akan
dibukanya Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Tahun 1993 Posisi Sabang mulai diperhitungkan kembali dengan dibentuknya
Kerjasama Ekonomi Regional Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle
(IMT-GT).
Tahun 1997 Dilaksanakannya Jambore Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang diprakarsai BPPT di Pantai Gapang, Sabang, untuk mengkaji kembali pengembangan Sabang.
Tahun 1997 Dilaksanakannya Jambore Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang diprakarsai BPPT di Pantai Gapang, Sabang, untuk mengkaji kembali pengembangan Sabang.
Tahun 1998 Kota Sabang dan Kecamatan Pulo Aceh dijadikan sebagai
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) yang bersama-sama KAPET
lainnya diresmikan oleh Presiden BJ Habibie dengan Keppres No. 171
tanggal 26 September 1998.
Tahun 2000 Presiden KH. Abdurrahman Wahid mencanangkan Sabang sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan tanggal 22 Januari 2000 diterbitkan Inpres No. 2 Tahun 2000 Tanggal 1 September 2000 diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.
Tahun 2000 Presiden KH. Abdurrahman Wahid mencanangkan Sabang sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan tanggal 22 Januari 2000 diterbitkan Inpres No. 2 Tahun 2000 Tanggal 1 September 2000 diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.
Tanggal 21 Desember 2000 diterbitkan Undang-undang No. 37 Tahun 2000
tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang. Tahun 2002
Aktivitas pelabuhan Sabang mulai berdenyut kembali dengan masuknya
barang-barang dari luar negeri ke kawasan Sabang. Tahun 2004 Aktivitas
ini terhenti karena Aceh ditetapkan sebagai Daerah Darurat Militer.
Tanggal 26 Desember 2004 Sabang juga mengalami Gempa dan Tsunami.
Kemudian Badan Rekontruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh-Nias menetapkan
Sabang sebagai tempat transit udara dan laut untuk bantuan korban
tsunami dan pengiriman material konstruksi dan lainnya yang akan
dipergunakan di daratan Aceh.
Paska perjanjian damai antara Pemerintah RI dengan GAM pada 15 Agustus 2005, Sabang kembali berdenyut. Wisatawan asing pun kembali berdatangan menikmati pesona pantai paling barat Indonesia ini. ” ( dari berbagai sumber )
0 comments:
Post a Comment